Senin, 14 Februari 2011

perekonomian indonesia

                        TARGET DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono menargetkan perekonomian Indonesia tumbuh antara tujuh sampai delapan persen per tahun dalam periode 2010-2020. Hal yang dimaksud Presiden adalah bahwa pendapatan nasional akan tumbuh rata-rata tujuh sampai delapan persen per tahun selama periode tersebut.

Mungkinkah target itu tercapai? Atau, target itu terlalu rendah untuk dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran? Atau, target itu justru terlalu tinggi? Ada yang mengatakan target itu sudah optimal. Jika targetnya lebih tinggi, perekonomian Indonesia akan terlalu ”panas”. Artinya, inflasi akan makin tinggi. Sekarang pun sudah ada kekhawatiran bahwa inflasi akan makin tinggi.

China yang pernah mengalami pertumbuhan amat tinggi,di atas 10 persen, akhirnya mengalami ”kepanasan”, walau inflasi mereka masih di bawah enam persen. Sekarang, China menurunkan target pertumbuhan ekonomi mereka.

Di sisi lain, jika target lebih rendah,menurut pendapat ini, bagaimana kita akan mempunyai dana untuk berbagai macam kegiatan ”bukan ekonomi” seperti pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan keamanan?

Asumsi dari pendapat ini adalah bahwa pertumbuhan ekonomi mutlak diperlukan untuk melakukan berbagai kegiatan ”bukan ekonomi”. Initermasuk untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan dalam pendapatan dan kekayaan. Makin tinggi pertumbuhan ekonomi, makin mudah untuk melakukan berbagai hal ”bukan ekonomi”. Ini seperti mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, menaikkan pendidikan dan kesehatan, serta meningkatkan mutu lingkungan.

Karena itu, biasanya perdebatan mengenai prospek perekonomian sering berkisar pada berapa perekonomian harus tumbuh dan beberapa variabel ekonomi makro. Hal-hal lain yang tidak dilihat sebagai bagian dari analisis para ekonom. Semuanya akan baik, menurut pendapat ini, bila pertumbuhan ekonomi tinggi.

Dalam kaitan ini, mungkin ada gunanya memperhatikan Human Development Report 2010 yang diterbitkan PBB. Hal penting dalam laporan ini salah satunya adalah penemuan tidak adanya korelasi kuat antara pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesehatan dan pendidikan.

Adanya teknologi maju dan inovasi sosial telah memungkinkan banyak negara miskin mengalami kemajuan pesat dalam kesehatan dan pendidikan, walau pertumbuhan ekonomi mereka tidak tinggi. Meski demikian, dalam laporan tersebut PBB juga menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi tetap penting.

Tanpa pertumbuhan ekonomi, tidak banyak yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pendidikan, kesehatan, dan banyak hal ”bukan ekonomi” lainnya.

Pesan utama laporan ini adalah bahwa pertumbuhan ekonomi memang penting, tetapi bukan satu satunya. Selain itu, bahwa banyak hal ”bukan ekonomi” dapat dicapai dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.

Pesan yang lebih utama dalam laporan ini dan laporan mengenai Human Development Report sejak 1990 adalah pada dasarnya pembangunan diperuntukkan untuk manusia. Pembangunan haruslah dilihat sebagai pembangunan manusia (human development).

Sejak 1990, PBB menciptakan dan menggunakan statistik untuk mengukur pembangunan. Statistik ini, yang disebut Human Development Index (HDI), sebagai pengganti statistik pendapatan nasional untuk mengukur pembangunan ekonomi. Pendapatan nasional merupakan salah satu dari tiga komponen dalam statistik tersebut. Dua komponen lainnya adalah pendidikan dan kesehatan.

Berita yang bagus adalah bahwa diukur dari HDI selama 30 tahun terakhir, Indonesia telah mengalami kemajuan pesat. Peringkat Indonesia di dunia juga naik dari 111 di dalam laporan pada 2009 menjadi 108 di 2010. Pesan lain, yang tidak kalah penting dalam laporan kali ini adalah PBB juga menekankan bahwa kita harus sudah mulai go beyondHDI. Pembangunan manusia jauh lebih luas daripada yang diukur HDI. Pembangunan haruslah merupakan perluasan kebebasan dan kemampuan manusia untuk menikmati hidup mereka.

Karena itu, pada 1990, PBB memasukkan kesehatan dan pendidikan. Sebab, dua hal ini, selain pendapatan, merupakan dua faktor yang amat membantu meningkatkan kebebasan dan kemampuan masyarakat dalam menentukan mutu kehidupan mereka. Lebih lanjut, kini PBB juga menyarankan agar pengukuran pembangunan mengikutsertakan pengukuran di bidang politik dan sosial.

Masalah perubahan iklim juga harus mendapatkan perhatian yang serius. Pasalnya, hal ini dapat memorak-porandakan yang kita capai dalam pembangunan. Dengan demikian, kalau kita mengikuti hasil dalam laporan ini, penentuan target pembangunan haruslah dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya pada pertumbuhan ekonomi.

Minimal, penentuan target harus dilakukan bersama target di bidang kesehatan dan pendidikan.Kalau pertumbuhan ekonomi berhasil seperti ditargetkan, tetapi target pendidikan dan kesehatan tak tercapai, pembangunan ekonomi kita telah berjalan tidak seperti yang diharapkan.

Bagaimana melakukannya? Apakah harus membuat suatu indeks yang baru, yang membuat banyak variabel menjadi hanya satu statistik? Mungkin tidak perlu melakukan hal ini.

Kita dapat sekadar menggunakan berbagai statistik secara bersama-sama ketika kita menilai dan merencanakan pembangunan. Kita jangan lagi mengatakan ”pembangunan ekonomi”. Sebab, pembangunan pada dasarnya adalah pembangunan manusia, untuk manusia. Sementara pendapatan nasional hanyalah salah satu dari sekian banyak faktor yang menentukan kesejahteraan masyarakat. Kita pun tidak perlu risau dengan statistik yang diperlukan untuk mengukur pembangunan.

Badan Pusat Statistik (BPS) telah memiliki banyak statistik yang kita perlukan dan kita dapat memulai perencanaan pembangunan yang menyeluruh dengan statistik tersebut. Kita dapat membuat target untuk semua statistik yang kita pilih.

Target ini kita gunakan untuk evaluasi pembangunan. Kalau perlu, kita dapat meminta BPS mengumpulkan data yang baru untuk melengkapi pembuatan target dan evaluasi pembangunan.

Singkatnya, diskusi mengenai prospek dan target perekonomian Indonesia seyogianya dilakukan secara menyeluruh. Artinya, tidak hanya terfokus pada target pendapatan nasional atau hanya ditambah dengan target variabel ekonomi makro. Kesimpulan yang dilaporkan dalam Human Development Report 2010 sebenarnya tidaklah terlalu baru.

Banyak pemikir Indonesia juga sudah berpendapat semacam itu, walau cara penyampaiannya berbeda. Hal yang signifikan adalah bahwa lembaga internasional seperti PBB kini telah makin lantang menyuarakan hal tersebut. Bagaimana dengan kita dan pemerintah Indonesia?(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar